Aku masih sedikit ingat, walaupun nggak ingat secara detail awal perkenalan kita. Aku hafal sekali kamu sudah menjadi kawan di situs pertemananku yang lama, mungkin semenjak aku kelas 1 SMA. Tapi walaupun dibilang teman, kita nggak pernah saling kenal bukan?
Trend situs pertemanan pun mulai berkembang kala itu, kira-kira sewaktu aku duduk di kelas 2 SMA. Tetap saja aku nggak tahu itu adalah kamu dan kebetulan di situs pertemanan ini kamu pakai nama aslimu. Karena dulu prinsipku itu ’perbanyak teman’ maka aku terima saja permintaan pertemananmu di situs itu walaupun aku nggak sadar kamu adalah orang yang sama di situs pertemananku yang lama.
Tetap saja, walupun menjadi ’teman’ aku nggak pernah tahu kamu. Dan aku tidak pernah menggubris itu karena menurutku tak ada ruginya aku nggak kenal kamu. Aku lihat kamu pun tidak pernah tampak online.
Pastinya sewaktu itu kamu pun punya hidup sendiri dan begitu pula dengan aku. Sama sekali tidak saling mengenal dan kita nggak pernah tahu pribadi masing-masing, sampai pada akhirnya perkembangan dunia maya semakin pesat. Muncul lagi situs pertemanan lagi. Dengan maksud mengikuti jaman, aku pun bergabung dengan situs itu dengan nama ’nonakecildisini’. Situs pertemanan ini belum terlalu ramai dan aku jarang sekali aktif di situs pertemanan yang dominan dengan warna biru muda ini.
Ketika sesekali aku melihat lagi account-ku di situs ini request pertemanan yang aku pending cukup banyak. Aku juga ingat, di antaranya ada yang menggunakan nick ’boneneednoemo’. Aku klik tombol ’accept’ dan kita jadi ’teman’ lagi di situs baru itu.
Aku pun mulai bosan dengan situs pertemananku yang lama. Maka dari itu aku mulai beralih ke situs baruku ini. Aku lihat teman-temanku di dunia maya ini terus update dengan statusnya. Memang, sebagian teman di dunia mayaku ini aku kenal sebagai teman sekolahku. Tapi satu yang cukup menarik dari status temanku di situs itu bernama ’boneneednoemo’.
Kamu hobi sekali update statusmu dengan hal-hal berbau cinta. Mungkin sedikit bijak juga kata-katamu ketika itu. Arah kata-katamu sedikit terasa seperti orang patah hati. Iseng saja aku komentari update status cintamu itu. Aku nggak berharap digubris juga jadi aku sempat nggak peduli kamu mau menanggapinya atau tidak.
Ternyata kamu dengan senang hati membalas komentarku kala itu. Belum ada rasa apapun, hanya hasrat ingin berteman saja, tidak lebih. Dari situ aku tahu sedikit tentangmu. Ada masalah dalam hubunganmu dengan wanita yang kamu sayangi kala itu.
Berkali-kali kamu update statusmu itu dan berkali-kali juga aku komentar. Malah terkadang ku-update statusku dan kamu kerap komentar soal statusku itu.
Kita mulai akrab pada akhirnya dan kita pun jadi sering ngobrol karena kamu sering online begitu juga dengan aku. Mungkin suatu kebetulan yang menarik, aku sedang nggak dekat dengan pria manapun. Karena itu, aku merasa bebas untuk akrab denganmu.
Ketika sudah mulai makin akrab aku mulai berpikir, rasanya aneh ketika aku berkomunikasi denganmu, selalu saja terkembang senyum di bibirku dan aku mulai merasakan hal yang ’aneh’ di hatiku. ’Nggak! Jangan sampe gue suka sama dia. Sadar, Wi, dia udah punya cewek dan dia sayang banget sama ceweknya,’ itulah sekelebat pikiranku saat aku mulai sadar perasaan aneh itu mulai terasa.
*****************************
Setiap hari kita berkomunikasi lewat situs itu, tepatnya tiap malam. Hingga suatu hari kamu menulis dan bertanya padaku di situs itu, ”eh, lo ada MSN ga?”
”Ada sih, tapi gue dah nggak prnh buka lgi knp?” jawabku.
”gpp sih, nanya doang emg knp gak prnh dibuka lg?” tanyamu lagi.
”abs bnyk org yg ga gue knl sih mknya biasanya pke YM,” jelasku singkat.
Merasa topik pembicaraan hampir habis, karena itu kutanya apa alamat MSN-mu dan kemudian kutambahkan lagi namamu itu di daftar teman MSN-ku. Kita berhenti berbicara di situs berlogo burung biru muda itu, berpindah ke MSN.
Aku mulai merasa nyaman berbincang denganmu, sedikit banyak aku mulai tahu dirimu dan mungkin begitu pula dengan dirimu. Setiap malam tak pernah kita kehabisan bahan obrolan. Kamu sering menceritakan ’kekasih tak berstatusmu’ itu padaku dan terkadang aku suka sering membeberkan masalahku juga padamu. Kupikir kamu adalah pendengar yang baik. Nasehatmu nggak muluk-muluk dan aku suka itu.
Semakin dekat denganmu, perasaan aneh itu semakin kuat. Aku usir jauh-jauh perasaan itu karena realitanya aku nggak mungkin mendapatkan kamu. Saat kita bertukar cerita, rasa iri dan cemburu suka terasa.
”Wah, cewek lo parah juga ya, Bon. Jahat banget ama lo,” kataku.
”Ah, nggak tau ah. Gue juga nggak tau lagi mau ngapain, terserah dia deh mau ngapain,” jawabmu sedikit pasrah.
”Tapi cowok kaya’ lo tuh unik loh,” kataku.
”Unik? Unik gimana deh,” tanyamu penasaran.
”Iya, jarang aja gue ketemu cowok kaya’ lo. Udah sabar, setia, sayang banget lagi sama ceweknya. Kalo gue punya pacar kaya’ lo sih nggak bakal gue sia-siain deh hehehe,” jelasku.
”Ah, bisa aja deh lo. Jadi malu gue. Hehehe ,”jawabmu.
*************************
Aku yakin aku mulai menyukaimu bahkan terkadang aku berharap kamu bisa menjadi pacarku. Menurutku, itu harapan yang terlalu muluk, karena kita belum mengenal lebih jauh. Bertemu saja belum, apalagi berbincang secara lagsung.
Semakin parah aku menyukaimu, bahkan aku sempat bermimpi tentangmu. Saat itu aku bermimpi, aku lihat wujud aslimu dan saat itu kamu memegang tanganku dan saat aku bangun aku hanya berpikir ’itu cuma mimpi, Dwi.’ Anehnya tak hanya sekali aku bermimpi tentangmu, berkali-kali!
Tiap hari namamu itu terlintas di otakku. Mungkin terkesan bodoh, tapi aku sengaja saja menjatuhkan diriku untuk menyukaimu, perkara nantinya apa perasaanmu padaku itu urusan belakangan.
Mungkin sempat aku ingin mundur dengan perasaanku ini karena menurutku sangat mustahil berharap banyak denganmu karena aku semakin tahu kamu itu sebegitu besar sayangnya terhadap ’pacarmu’ itu akhirnya aku mencoba untuk menyukai orang lain dan sayangnya tak bertahan lama pula, tetap saja aku kembali menyukaimu.
Karena aku merasa bosan tak punya teman untuk sekedar bersms-ria aku pun mulai memancingmu untuk menanyakan nomor handphone-ku. Menurutku ini lacu, berhari-hari aku mencoba cara ini tapi kamu tak pernah menyadari mungkin.
*************************
Ketika itu aku ingat hari Minggu, tanggal 8 November 2009, pagi hari aku sempatkan diri untuk online sejenak saat aku berada di tujuan kepergianku hari itu. Secara kebetulan kamu pun sedang online. Sebentar kita berbincang dan aku pun tahu hari itu juga kamu ada acara di luar rumah. Aku bilang aku bosan tak ada teman dan kamu pun bercanda, ”udah smsan aja sama gue, gue udah ada pulsa nih.”
Kontan, aku buka situs pertemanan di mana kamu pun mencantumkan nomor handphonemu itu dan aku simpan nomornya di kontak handphoneku. Agak gengsi awalnya untuk memulai pertama kali, tapi karena kupikir takut tak ada lagi kesempatan aku pun mengetik kalimat ”hai, tebak gue siapa?” pada layar ponselku dan kukirim ke nomormu. Kamu pun membalas dan kita pun bersms-ria.
Sengaja aku tak setiap hari membanjirimu dengan sms. Aku lebih sabar menunggumu untuk menyapaku di dunia maya dan kalau boleh jujur, aku senang kamu menyapaku setiap malamnya.
Suatu hari, seperti biasanya kita komunikasi lewat dunia maya. Ketika itu kamu bercerita kamu sudah nggak tahan ’tak berstatus’ dengan ’pacar’-mu itu dan kamu pun memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
”Doain gue ya, Wi,” katamu saat kita chatting malam itu.
Resmi akhirnya kamu menyandang status jomblo. Kamu terlihat lega akhirnya dan aku cukup senang. Bukannya senang melihat hubunganmu yang putus, aku tak sejahat itu, tapi setidaknya aku turut senang karena kamu tak nggak sedih lagi karena memikirkan wanita itu.
Rasanya rasa sukaku mulai tereksplor dengan bebas. Apalagi ketika kita semakin intens berkomunikasi lewat ponsel dan bukan hanya komputer atau laptop lagi.
Perhatianmu pun aku rasa meningkat. Aku ingat, tugasku kala itu untuk menyusun makalah begitu banyak dan aku kerjakan itu sampai larut malam, kamu bersedia menemaniku sampai larut malam dan berbincang sampai aku selesai mengerjakan susunan makalahku. Hari berikutnya tugasku yang sama perlu sentuhan akhir ternyata dan kali ini tanpa ditanya kamu pun menawarkan diri untuk menemaniku, ”Ayo dong semangat kerjain tugasnya nanti gue temenin deh kayak kemaren.”
Aku bersemangat dan kamu pun tak merasa direpotkan saat aku minta pertolonganmu untuk membantuku menyelesaikan tugasku yang lain, karena aku tak punya waktu cukup untuk mengerjain setumpuk pekerjaanku semuanya malam itu.
****************************
Malam hari lainnya, agak berbeda.
”Tar kalo gue off temenin gue smsan ya? Soalnya gue nggak bias langsung tidur kalo abis ol,” pintamu.
“Sip, tar gue temenin kok,” jawabku.
Alhasil malam itu berlanjut dengan sms-ria dan sampai pada akhirnya smsku terhenti dibalas olehmu dan nggak ada kabar aku pun tidur.
Pagi harinya pun kamu memberi kabar, meminta maaf padaku dan aku pun memaafkanmu. Tak kusangka, dimulai dari hari ini komunikasi kita semakin lancar. Setiap pagi ada sms darimu yang diawali dengan ucapkan good morning.
*****************************
Aku mulai optimis dengan mimpiku dulu itu bisa jadi kenyataan karena aku semakin yakin kamu punya perasaan yang sama denganku. Ada bagian terlucu menurutku dalam episode ini. Secara tidak sengaja dan pernah juga aku sengaja berbicara menggunakan bahasa ’aku dan kamu’ dan kamu pun pernah melakukan hal yang sama.
”Sori, gue suka kebiasaan sih ngomong pake aku-kamu kalo udah ngerasa deket,” katamu di sms.
”Hahaha. Iya, nggak apa-apa kok. Gue juga gitu kok. Lagian enak aja ngomong pake aku-kamu,” jawabku sambil senyum-senyum harap saat itu.
”Ah, iya bener juga. Ya udah deh ngomongnya pake aku –kamu aja. Hehehe. Kamu lagi apa?” katamu.
Dan semua itu berlanjut setiap harinya. Menjadi sebuah rutinitas baru ketika setiap pagi kamu mengirimiku ucapan ’selamat pagi’ dan berkomunikasi lewat sms setiap harinya. Aku suka senyum-senyum sendiri ketika di kelas atau di mana pun itu saat aku membalas smsmu.
Aku merasa aku seperti orang gila kala itu, bahkan teman-temanku ikut geleng-geleng kepala melihat tingkahku ini. Tapi ini salah satu caraku mengeksplor rasa senangku karena kamu pastinya.
Kita sepakat untuk membuat janji bertemu. Orang-orang menyebutnya kopi darat. Kita sepakati kita bertemu hari Jumat sepulang sekolah tanggal 20 November 2009. aku tak sabar menunggu waktu pertemuan pertama kita itu.
Jumat, aku berangkat ke Gramedia, tempat kita sepakat untuk bertemu. Aku pikir kamu sampai lebih dulu, ternyata aku. Aku telpon kamu untuk memastikan posisimu saat itu. Jantungku tak berhenti berdetak kencang karena aku begitu penasaran dan tak sabar bertemu kamu.
Di eskalator aku lihat cowok berbaju abu-abu dan aku pastikan itu adalah kamu. Tak jauh dari bayanganmu Cuma tinggimu di luar bayangan. Kamu jauh lebih tinggi dariku. Kalau saja aku berjalan di sampingmu, aku merasa aku seperti adikmu dan sampai-sampai aku harus menengadahkan kepalaku untuk menatapmu.
Sejenak kita singgah di Gramedia dan kamu mengajakku untuk beralih tempat ke cafe donat dengan desain dominan coklat itu. Kita berbicara banyak hal, tentang hidupmu, hidupku, apapun.
”Aduh, aku jadi mikir yang aneh-aneh nih,” katamu gelisah.
”Apaan emang?” tanyaku.
”Ah, nggak apa-apa kok. Hehehe,” katamu mengelak.
Berkali-kali kamu mengelak dan berbicara seperti itu hingga akhirnya aku tahu maksud gelisahmu itu.
”Kamu mau nggak jadi cewek aku?” tanyamu frontal dan tetap tak melepaskan genggaman tanganmu.
Aku berpikir cukup lama saat itu dan aku bicara,”dengan menimbang beberapa hal, maka saya memutuskan ..” mukamu terlihat harap-harap cemas menunggu jawabanku.
”Maaf, ini nggak mungkin,” lanjutku.
”HAH? Kenapa?” tanyamu kaget.
”Maksudnya aku nggak mungkin nolak kamu, bee,” jawabku tersenyum dan kamu pun tersenyum.
Kini, cafe donat bernuansa coklat itu jadi tempat bersejarah untuk aku dan kamu, kalimat sederhanamu membuat kita terikat dalam hubungan resmi akhirnya, dan tanggal 20 November 2009 pun menjadi awal episode hidupku lagi dengan kamu.
Kristo, entah sebesar apa sayangku untukmu bisa aku gambarkan. Hanya saja aku merasa aku sangat sayang padamu. Walaupun terlalu banyak masalah dalam hubungan kita dan sempat membuatku merasa terpuruk, tapi semua itu nggak membuat aku patah untuk terus sama kamu. Mungkin aku nggak sempurna, tapi aku cukup ngerasa bahagia karena kamu ada di sampingku. Kamu dunia baruku, nafasku yang baru dan semangat hidupku yang baru. Nggak akan segampang itu aku menyia-nyiakan kehadiran kamu di hidupku ini. Aku sayang kamu :)
NOVEMBER
ketika aku dalam permenungan,
aku selalu bertanya : kenapa nama kamu yg muncul ketika aku membutuhkan seseorang ?
tapi aku dengan mudah bisa tersenyum karena memang namamu yg ada
pernah suatu ketika aku berdoa ,
aku pejamkan mata dan bertnya pada Pemilikku,
siapa yang akan Ayahku berikan untuk menemaniku,
Beliau dengan cepat memberi kamu untukku
karena aku tak tahu harus berekspresi seperti apa ,
kontan senyumku yg terkembang
tanpa paksaan tanpa kekangan
ketika aku berdiam dan berpikir
kenapa aku bisa menyukaimu saat mata belum bertemu mata
saat kulit belum tersentuh
saat raga tak pernah tampak,
dan aku mulai tahu : untuk menyayangimu tak pernah butuh alasan
ketika waktunya aku memahami semua jalan cerita yang baru kita tulis,
aku santai 'menulisnya'
aku suka ceritaku
aku tak pernah paham tujuan Bapaku memberimu hadir dalam hidupku
tak pernah mengerti jalan Ayahku untukku
tapi aku suka tiap episode hidupku yg aku lewati bersama kmu
terlalu frontal ?
mungkin
beberapa waktu aku berpikir
mungkin awalnya aku salah tapi andai aku salah
aku tak mau dibenarkan
karena aku nyaman dengan kesalahanku ini
aku berpikir lagi,
mngkin aku benar
andai menjadi benar adanya aku tak pernah mau jatuh karena disalahkan
begitu banyak ak melakukan permenungan
tamparan sanasini membuat aku sadar
mereka ya mereka
aku adalah aku
tak punya hak mereka mendikte hidupku
bahkan tahu pun mereka tidak
permenunganku berakhir,
terakhir ,
ketika aku berpikir ,
semuanya akan dimulai ketika Ayahku menghadiahkanmu untukku,
membuatku sayang padamu
menamparku dengan katakata manusia sekitar
membangkitkan semangatku untuk berdiri di sebelahmu
memelukmu dengan sayang
dan tanpa terpaksa aku bisa tersenyum karena hadiah Ayahku di november ini
tanpa dipaksa aku membuka tanganku ,
untuk menyambut datangnya kamu yang tak diduga
sebagai hadiahku
sebagai wujud mimpiku
dan sebagai dunia baruku
sempat kemarin Ayahku berbisik 'sayangi dia, dan jangan pernah tanya apa alasan menyayanginya karena sayang tulus tak pernah butuh alasan'
aku tersenyum mendengar Bapaku dan aku mulai mengaitkan kepingan hati milikku dengan miliknya dimulai saat november ini :)
Jakarta, 24 November 2009
bagaimana bisa?
11 years ago
No comments:
Post a Comment